Kelompok-kelompok memainkan peran utama dan membentuk jaringan-jaringan solidaritas yang khusus. Sebab sementara memainkan peranannya, semua kelompok itu berkembang sebagai rukun-rukun hidup, yang sembari menganyam jaringan-jaringan sosial, mereka mencegah, jangan sampai masyarakat merosot menjadi suatu massa tanpa jati diri dan anonim, sesuatu yang sayang sekali sering terjadi dalam zaman sekarang.
Dalam pelbagai jaringan hubungan-hubungan pribadi manusia mengarungi kurun hidupnya dan masyarakat, dengan berperan serta secara bertanggungjawab.
Dewasa ini manusia sering terhimpit dua kekuatan, negara dan pasar. Sebab orang berperan sepihak, hanya sebagai produsen atau konsumen saja, atau sebagai obyek administrasi pemerintahan. Tak terpikirkan lagi, bahwa sebenarnya hidup masyarakat tidak ditujukan sekadar kepada pasar atau pun negara. Sebab justru hidup manusia mengemban nilai unik, yang sebaliknya harus dilayani pasar dan negara. Manusia pertama-tama mencari kebenaran dan sekaligus melalui hidupnya berusaha mewujudkan kebenaran dan semakin menyelaminya melalui dialog yang terentang mencakup baik masa lalu maupun masa depan.
@AJARAN SOSIAL GEREJA dari CENTESIMUS ANNUS 49
Mengenai Saya
- Bambang Kussriyanto
- Seorang penggemar buku sejak remaja. Banyak baca. Sambil baca buku bahasa asing, menerjemahkan sekalian. Banyak ngobrol. Maka jadi guru, trainer dan konselor. Belajar terus supaya bisa memberi jawaban dalam banyak hal.
Rabu, 25 April 2012
ASG tentang Kerja
Kerja adalah salah satu ciri yang membedakan manusia dari mahluk ciptaan lainnya, yang kegiatannya dalam rangka mempertahankan hidup tidak bisa disebut kerja. Hanya manusialah yang mampu bekerja dan dengan itu mengisi hidupnya di dunia. Kerja secara khas membawa tanda manusia dan kemanusiaan, oleh pribadi orang yang bekerja dalam persekutuan-persekutuan pribadi (Laborem Exercens)
Kerja merupakan salah satu aspek [dari jalan keselamatan manusia], suatu segi yang tetap ada dan mendasar, aspek yang selalu relevan dan tiada hentinya meminta perhatian yang segar dan kesaksian yang tegas. Sebab setiap kali muncullah masalah-masalah yang baru; selalu bangkit pula haraan-harapan baru; tetapi juga berbagai kekhawatiran dan ancaman baru berkenaan dengan kerja, dimensi dasar hdup manusia ini. Dari hari ke hari hidup manusia dibangun atas kerja; dari kerja itulah ia mendapat martabatnya yang istimewa. Namun kerja sekaligus berarti jerih payah dan derita manusia yang tiada henti; begitu pula banyak kendala dan ketidak adilan yang merasuki secara mendalam kehidupan sosial bangsa-bangsa tertentu dan seluruh dunia. @ Laborem Exercens art 1.
Definisi, Pengertian, Cara Pandang Kebudayaan
1. Definisi Budaya
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sekelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbada budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. Budaya bersifat kompleks dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku interaktif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi seluruh kegiatan sosial manusia.
Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan perilaku orang lain.
Gegar Budaya atau Cultural Shock
Culture Shock atau "gegar budaya" adalah perubahan nilai budaya seiring dengan perkembangan jaman dan wawasan yang makin berkembang ini biasanya terjadi pada orang-orang yang secara tiba-tiba berpindah atau dipindahkan ke lingkungan yang baru. Sangat wajar, apabila seseorang yang masuk dalam lingkungan budaya baru mengalami kesulitan dan tekanan mental.
Seperti yang dikatakan Nolan: “lingkungan baru membuat tuntutan-tuntutan dimana kita tidak tahu respon yang tepat, dan respon yang kita berikan tidak menunjukkan hasil yang dikehendaki.” Smith dan Bond juga menawarkan penjelasan yang lebih spesifik mengenai masalah yang timbul karena perpindahan tempat a/l: terpisah dari jaringan sebelumnya yang mendukung, perbedaan iklim, meningkatnya masalah kesehatan, perubahan sumber daya secara material dan teknis, kekurangan informasi tentang rutinitas sehari-hari, dan hal-hal lainnya.
ASG: Konsep Kebudayaan
Di antara kita selalu timbul pertanyaan berulang-ulang, apakah "kebudayaan" itu?
Bagi kami pertama-tama kebudayaan adalah jalan menuju kesejatian manusia yang sepenuhnya. Manusia menurut kodratnya hanya dapat menuju kepenuhan kemanusiaannya yang sejati melalui kebudayaan, yakni dengan memelihara apa yang serba baik dan bernilai pada kodratnya. Maka di manapun dibicarakan hidup manusia, hubungan antara kodrat dan kebudayaan erat sekali.
Pada umumnya yang dimaksud dengan istilah “kebudayaan” adalah segala sarana dan upaya manusia untuk menyempurnakan dan mengembangkan pelbagai bakat-pembawaan jiwa-raganya. Ia berusaha menguasai alam semesta dengan pengetahuan maupun jerih payahnya. Ia menjadikan kehidupan sosial, dalam keluarga maupun dalam seluruh masyarakat, lebih manusiawi melalui kemajuan tata susila dan pranata-pranata. Akhirnya di sepanjang masa ia mengungkapkan, menyalurkan dan melestarikan pengalaman-pengalaman rohani serta aspirasi-aspirasinya yang besar melalui karya-karya, supaya berfaedah bagi kemajuan banyak orang, bahkan segenap umat manusia.
Maka tentulah kebudayaan manusia mencakup dimensi historis dan sosial, dan istilah “kebudayaan” seringkali mengandung arti sosiologis dan etnologis. Dalam arti itulah orang berbicara tentang kemacam-ragaman kebudayaan. Sebab dari pelbagai cara menggunakan bermacam-macam hal, menjalankan pekerjaan dan mengungkapkan diri, menghayati agama dan membina tata susila, menetapkan undang-undang dan membentuk lembaga-lembaga hukum, memajukan ilmu-pengetahuan serta kesenian, dan mengelola keindahan, muncullah pelbagai kondisi hidup yang umum serta pelbagai cara menata nilai-nilai kehidupan. Begitulah dari tata hidup yang diwariskan muncullah pusaka nilai-nilai yang khas bagi setiap masyarakat manusia. Begitu pula terwujudlah lingkungan hidup tertentu dengan corak historisnya sendiri, yang menampung manusia dari berbagai zaman manapun, dan yang menjadi sumber nilai-nilai untuk mengembangkan kebudayaan manusia serta masyarakat.
@Bdk Gaudium et Spes 53
Bagi kami pertama-tama kebudayaan adalah jalan menuju kesejatian manusia yang sepenuhnya. Manusia menurut kodratnya hanya dapat menuju kepenuhan kemanusiaannya yang sejati melalui kebudayaan, yakni dengan memelihara apa yang serba baik dan bernilai pada kodratnya. Maka di manapun dibicarakan hidup manusia, hubungan antara kodrat dan kebudayaan erat sekali.
Pada umumnya yang dimaksud dengan istilah “kebudayaan” adalah segala sarana dan upaya manusia untuk menyempurnakan dan mengembangkan pelbagai bakat-pembawaan jiwa-raganya. Ia berusaha menguasai alam semesta dengan pengetahuan maupun jerih payahnya. Ia menjadikan kehidupan sosial, dalam keluarga maupun dalam seluruh masyarakat, lebih manusiawi melalui kemajuan tata susila dan pranata-pranata. Akhirnya di sepanjang masa ia mengungkapkan, menyalurkan dan melestarikan pengalaman-pengalaman rohani serta aspirasi-aspirasinya yang besar melalui karya-karya, supaya berfaedah bagi kemajuan banyak orang, bahkan segenap umat manusia.
Maka tentulah kebudayaan manusia mencakup dimensi historis dan sosial, dan istilah “kebudayaan” seringkali mengandung arti sosiologis dan etnologis. Dalam arti itulah orang berbicara tentang kemacam-ragaman kebudayaan. Sebab dari pelbagai cara menggunakan bermacam-macam hal, menjalankan pekerjaan dan mengungkapkan diri, menghayati agama dan membina tata susila, menetapkan undang-undang dan membentuk lembaga-lembaga hukum, memajukan ilmu-pengetahuan serta kesenian, dan mengelola keindahan, muncullah pelbagai kondisi hidup yang umum serta pelbagai cara menata nilai-nilai kehidupan. Begitulah dari tata hidup yang diwariskan muncullah pusaka nilai-nilai yang khas bagi setiap masyarakat manusia. Begitu pula terwujudlah lingkungan hidup tertentu dengan corak historisnya sendiri, yang menampung manusia dari berbagai zaman manapun, dan yang menjadi sumber nilai-nilai untuk mengembangkan kebudayaan manusia serta masyarakat.
@Bdk Gaudium et Spes 53
Perusahaan Hijau Berseri
Perhatian pada lingkungan hidup mestinya tidak selesai pada Andal (analisis dampak lingkungan), tetapi juga bagaimana mengusahakan lingkungan perusahaan tetap hijau berseri, dengan tanam-tanaman. Biasanya perusahaan yang berkantor di gedung bertingkat menyewa jasa usaha persewaan tanaman untuk menghijaukan kantornya dengan tanaman pot. Saya mengusulkan tiap meja kerja harus dihiasi dengan satu pot tanaman kesukaan karyawan dan menjadi tanggungjawabnya untuk merawat tanamannya itu.
Kebijakan perusahaan dalam mengusahakan lingkungannya hijau berseri dapat dikaitkan pula dengan program budaya perusahaan, sehingga menjadi kebijakan yang mengikat semua warga, dari presiden direktur sampai karyawan yang terendah.
http://environpro.co.uk/?p=301
Kebijakan perusahaan dalam mengusahakan lingkungannya hijau berseri dapat dikaitkan pula dengan program budaya perusahaan, sehingga menjadi kebijakan yang mengikat semua warga, dari presiden direktur sampai karyawan yang terendah.
http://environpro.co.uk/?p=301
Pekan Kerukunan Beragama Internasional
PBB mencanangkan Pekan Pertama bulan Februari setiap tahun sebagai Pekan Kerukunan antar Umat Beragama Sedunia. Ketua Sidang Umum PBB Nasser dalam pidatonya 8/2/2012) menyatakan bahwa kerukunan antar umat beragama merupakan landasan bersama untuk mencapai kesejahteraan umum. Acara-acara di berbagai negara telah dilakukan sejak 8 Februari.
http://worldinterfaithharmonyweek.com/events-calendar/
Peringkat Indonesia Dalam Global Competitiveness Report
Menurut Global Competitiveness Report 2010-2011, Indonesia berada di peringkat ke-46 di antara 143 negara dalam daya saing, jauh di bawah Singapura (peringkat 2), Malaysia (Peringkat 22), Brunei (Peringkat 28). Masih di bawah Thailand di peringkat ke- 41.
Vietnam berada di peringkat 65. Filipina peringkat 75. Kampuchea peringkat 97.
Variabel Penilaian
1. Kelembagaan (Publik, Etika, Korupsi) dan Akuntabilitas (Dewan Direksi, Kepentingan pemegang saham minoritas, Standar akuntansi dan auditing)
2. Infrastruktur (Kualitas prasarana, KA, Pelabuhan, perhubungan udara, kualitas suplai listrik, kualitas saluran telepon)
3. Ekonomi Makro (Tabungan pemerintah, Tabungan nasional, Inflasi, Utang pemerintah, Kurs Devisa)
4. Kesehatan dan pendidikan dasar (Angka Rata-rata Kematian Bayi, Harapan Hidup, Malaria/TBC/HIV-AIDS, Angka Partisipasi Pendidikan Dasar 9 Tahun)
5. Pendidikan Lanjutan (Lanjutan Atas, Pendidikan Tinggi; Kualitas sistem, Kualitas Manajemen Sekolah, Kualitas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam; Pendidikan Kerja)
6. Efisiensi Pasar (Distorsi pasar: Biaya birokrasi, Persaingan, Besaran Pasar = GDP; Fleksibilitas dan efisiensi Pasar Tenaga Kerja; Kecanggihan dan keterbukaan Pasar Uang;
7. Teknologi
8. Kecanggihan Bisnis (Jaringan, Tingkat Kecanggihan Strategi dan Operasi Bisnis)
9. Inovasi atau Pembaruan (Penelitian dan Pengembangan)
Skor Indonesia dapat dilihat dalam daftar berikut: http://www.eurocham.or.id/joomla/index.php?option=com_content&view=article&id=328%3Aindonesias-rank-a-score-the-global-competitiveness-report-2012&catid=83%3Adata-statistics&Itemid=213
Variabel Penilaian
1. Kelembagaan (Publik, Etika, Korupsi) dan Akuntabilitas (Dewan Direksi, Kepentingan pemegang saham minoritas, Standar akuntansi dan auditing)
2. Infrastruktur (Kualitas prasarana, KA, Pelabuhan, perhubungan udara, kualitas suplai listrik, kualitas saluran telepon)
3. Ekonomi Makro (Tabungan pemerintah, Tabungan nasional, Inflasi, Utang pemerintah, Kurs Devisa)
4. Kesehatan dan pendidikan dasar (Angka Rata-rata Kematian Bayi, Harapan Hidup, Malaria/TBC/HIV-AIDS, Angka Partisipasi Pendidikan Dasar 9 Tahun)
5. Pendidikan Lanjutan (Lanjutan Atas, Pendidikan Tinggi; Kualitas sistem, Kualitas Manajemen Sekolah, Kualitas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam; Pendidikan Kerja)
6. Efisiensi Pasar (Distorsi pasar: Biaya birokrasi, Persaingan, Besaran Pasar = GDP; Fleksibilitas dan efisiensi Pasar Tenaga Kerja; Kecanggihan dan keterbukaan Pasar Uang;
7. Teknologi
8. Kecanggihan Bisnis (Jaringan, Tingkat Kecanggihan Strategi dan Operasi Bisnis)
9. Inovasi atau Pembaruan (Penelitian dan Pengembangan)
Skor Indonesia dapat dilihat dalam daftar berikut: http://www.eurocham.or.id/joomla/index.php?option=com_content&view=article&id=328%3Aindonesias-rank-a-score-the-global-competitiveness-report-2012&catid=83%3Adata-statistics&Itemid=213
Rio+20, Juni 2012
Konferensi Rio + 20 yang akan diselenggarakan PBB bulan Juni 2012 nanti akan melanjutkan dan menegaskan arah upaya global dalam pembangunan yang sustainable, yang mempertimbangkan tiga aspek: sosial + ekonomi + lingkungan hidup, yang telah diambil dalam prakarsa Konferensi Rio 1992, dua puluh tahun yang lalu.
Konferensi Rio 1992 sendiri merupakan kelanjutan dari upaya-upaya dunia untuk memelihara bumi yang hanya satu ini, yang dimulai dari Konferensi Stockholm 1972 mengenai Lingkungan Hidup.
Untuk melihat kesinambungan deklarasi-deklarasi global dari dua Konferensi sebelumnya, kami sampaikan dokumen di bawah ini: http://www.unesco.org/education/information/nfsunesco/pdf/RIO_E.PDF dan http://www.unep.org/Documents.Multilingual/Default.asp?documentid=97&articleid=1503
Konferensi Rio 1992 sendiri merupakan kelanjutan dari upaya-upaya dunia untuk memelihara bumi yang hanya satu ini, yang dimulai dari Konferensi Stockholm 1972 mengenai Lingkungan Hidup.
Untuk melihat kesinambungan deklarasi-deklarasi global dari dua Konferensi sebelumnya, kami sampaikan dokumen di bawah ini: http://www.unesco.org/education/information/nfsunesco/pdf/RIO_E.PDF dan http://www.unep.org/Documents.Multilingual/Default.asp?documentid=97&articleid=1503
Deklarasi Istanbul 2012 Untuk Kelangsungan Dunia
Di Istanbul, pada 22-23 Maret 2012 diselenggarakan pertemuan Global Human Development Forum I dan menghasilkan “Deklarasi Istanbul” yang menyerukan komunitas dunia agar menyikapi dengan serius kesenjangan sosial sedunia dan kerusakan lingkungan menyongsong Konferensi PBB tentang Sustainable Development di Rio de Janeiro bulan Juni nanti.
Global Human Development Forum I dihadiri lebih dari 200 pakar pembangunan, aktivis masyarakat, para menteri pemerintahan, wakil-wakil usaha swasta dan staf PBB dari semua kawasan dunia. Forum I diselenggarakan oleh Seksi Human Development Report dan Bureau of Development Policy UNDP bekerja sama dengan Menteri Pembangunan Turki. Deklarasi Istanbul yang dihasilkan Forum merupakan kontribusi pokok untuk persiapan debat dan diskusi PBB menuju Konferensi Rio + 20 pada bulan Juni 2012.
Deklarasi menekankan perlunya strategi pembangunan nasional dan global yang “menekankan keterbukaan sosial, perlindungan sosial, pemerataan, sehubungan dengan fakta bahwa perkembangan ekonomi sering bertautan dengan kerusakan lingkungan dan bertambahnya kesenjangan sosial”. Diusulkan koordinasi yang lebih baik atas “mobilisasi modal global dan sumber daya lokal,” pemerintahan yang baik di tingkat lokal dan global, dan pemberdayaaan wanita sepenuhnya “melalui akses pada edukasi, perawatan kesehatan, berbagai layanan dasar dan partisipasi dalam angkatan kerja.”
Deklarasi menyampaikan rekomendasi kepada Panel Sekretaris-Jendral tentang Global Sustainability dengan menekankan “perlunya memelihara kemajuan ke arah tercapainya Sasaran Pembangunan Millennium pada 2015, seraya membangun konsensus baru untuk pasca 2015 yang :
+ bersifat universal dan relevan untuk semua bangsa;
+ mencerminkan keseluruhan agenda tentang “sustainable development”, termasuk pentingnya melnjutkan usaha mengurangi kemiskinan dan kesenjangan, terutama di negara-negara yang paling kurang berkembang;
+ menyangkut ketiga dimensi “sustainable development” (sosial, ekonomi dan lingkungan hidup), dan pertalian di antara ketiga-tiganya; dan
+ didasarkan atas data indikator yang terukur supaya kemajuan dan jawaban atas tantangannya dapat dimonitor.
Global Human Development Forum I dihadiri lebih dari 200 pakar pembangunan, aktivis masyarakat, para menteri pemerintahan, wakil-wakil usaha swasta dan staf PBB dari semua kawasan dunia. Forum I diselenggarakan oleh Seksi Human Development Report dan Bureau of Development Policy UNDP bekerja sama dengan Menteri Pembangunan Turki. Deklarasi Istanbul yang dihasilkan Forum merupakan kontribusi pokok untuk persiapan debat dan diskusi PBB menuju Konferensi Rio + 20 pada bulan Juni 2012.
Deklarasi menekankan perlunya strategi pembangunan nasional dan global yang “menekankan keterbukaan sosial, perlindungan sosial, pemerataan, sehubungan dengan fakta bahwa perkembangan ekonomi sering bertautan dengan kerusakan lingkungan dan bertambahnya kesenjangan sosial”. Diusulkan koordinasi yang lebih baik atas “mobilisasi modal global dan sumber daya lokal,” pemerintahan yang baik di tingkat lokal dan global, dan pemberdayaaan wanita sepenuhnya “melalui akses pada edukasi, perawatan kesehatan, berbagai layanan dasar dan partisipasi dalam angkatan kerja.”
Deklarasi menyampaikan rekomendasi kepada Panel Sekretaris-Jendral tentang Global Sustainability dengan menekankan “perlunya memelihara kemajuan ke arah tercapainya Sasaran Pembangunan Millennium pada 2015, seraya membangun konsensus baru untuk pasca 2015 yang :
+ bersifat universal dan relevan untuk semua bangsa;
+ mencerminkan keseluruhan agenda tentang “sustainable development”, termasuk pentingnya melnjutkan usaha mengurangi kemiskinan dan kesenjangan, terutama di negara-negara yang paling kurang berkembang;
+ menyangkut ketiga dimensi “sustainable development” (sosial, ekonomi dan lingkungan hidup), dan pertalian di antara ketiga-tiganya; dan
+ didasarkan atas data indikator yang terukur supaya kemajuan dan jawaban atas tantangannya dapat dimonitor.
BISNIS, PERUSAHAAN DAN PENGUSAHA
@Kompendium ASG
PRAKARSA PRIBADI DAN PRAKARSA BISNIS
336. Ajaran sosial Gereja memandang kebebasan pribadi di dalam hal ihwal ekonomi sebagai sebuah nilai hakiki dan sebuah hak yang tidak dapat dicabut yang harus digalakkan dan dibela. “Tiap orang berhak atas usaha ekonomi; tiap orang dapat dan harus menggunakan talenta-talentanya supaya dapat memberi sumbangan bagi kesejahteraan yang berguna bagi semua orang, dan supaya dapat menuai hasil-hasil yang adil dari jerih payahnya” (Katekismus Gereja Katolik, 2429; bdk. Konsili Vatikan II, Konstitusi Pastoral Gaudium et Spes, 63: Yohanes Paulus II, Ensiklik Centesimus Annus, 48; Yohanes Paulus II, Ensiklik, Sollicitudo Rei Socialis, 1 par 5; Yohanes Paulus II, Ensiklik Laborem Exercens, 1 par 7; Yohanes XXIII, Ensiklik Mater et Magistra 53). Ajaran ini memperingatkan konsekuensi-konsekuensi negatif yang bisa saja muncul dari dilemahkan atau dinafikannya hak atas usaha ekonomi: “Pengalaman menunjukkan kepada kita bahwa pengingkaran hak ini, atau pembatasan terhadapnya konon demi ‘keadilan’ bagi setiap warga masyarakat, menghilangkan atau malah menghancurkan sama sekali semangat berprakarsa, yaitu subjektivitas kreatif warga negara.” (Yohanes Paulus II, Ensiklik, Sollicitudo Rei Socialis, 1 par 5 ; bdk. Katekismus Gereja Katolik, 2429). Dari perspektif ini, prakarsa bebas serta bertanggung jawab di dalam ranah ekonomi dapat juga didefinisikan sebagai suatu tindakan yang menyingkapkan kemanusiaan manusia sebagai subjek yang kreatif lagi relasional. Maka, prakarsa demikian harus diberi peluang yang sebesar-besarnya. Negara memiliki kewajiban moral untuk menerapkan pembatasan-pembatasan yang tegas hanya dalam hal adanya ketidaksepadanan antara ikhtiar kepada kesejahteraan umum dan jenis kegiatan ekonomi yang diajukan atau cara kegiatansemacam itu dilaksanakan (Yohanes Paulus II, Ensiklik Centesimus Annus, 16)
337. Matra kreatif merupakan sebuah unsur yang hakiki dari kegiatan manusia,juga dalam bidang usaha bisnis, dan secara khusus ditampakkan dalamsikap mengadakan perencanaan dan inovasi. “Memadukan usaha-usahaitu, merencanakan jangka waktu pelaksanaannya, seraya menjamin kesepadanannya secara positif dengan kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhinya, dan sanggup menanggung risiko-risiko yang dituntut:semuanya ini pun merupakan sumber kekayaan yang melimpah dalam masyarakat sekarang. Begitulah menjadi semakin jelas dan semakin menentukan peran kerja manusia yang terarah dan kreatif dan, sebagai bagianhakiki kerja itu, kemampuan berprakarsa dan berwiraswasta” (Yohanes Paulus II, Ensiklik Centesimus Annus, 32). Pada dasar ajaran ini kita dapat melihat keyakinan bahwa “sumber daya utama bagi manusia adalah manusia itu sendiri. Berkat kecerdasannya ia mampu menggali potensi-potensi produktif bumi dan bermacam-macam cara untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia” (Yohanes Paulus II, Ensiklik Centesimus Annus, 32)
a. Usaha bisnis dan sasaran-sasarannya.
338. Usaha bisnis harus dicirikan oleh kesanggupannya untuk melayani kesejahteraan umum masyarakat melalui produksi berbagai barang dan jasa yang berfaedah. Dalam upaya menghasilkan barang dan jasa seturut rencana yang disasarkan demi efisiensi dan demi memenuhi kepentingan-kepentingan dari berbagai pihak yang terlibat, usaha bisnis menciptakan kemakmuran bagi segenap masyarakat, bukan melulu bagi para pemilik melainkan juga bagi para pelaku lain yang terlibat di dalam kegiatan usaha bisnis bersangkutan. Selain fungsi yang khas ekonomi ini, usaha bisnis juga menjalankan sebuah fungsi sosial, dengan menciptakan berbagai peluang untuk bertemu, bekerja sama serta meningkatkan aneka kesanggupan orang-orang yang terlibat. Oleh karena itu, dalam satu usaha bisnis matra ekonomi menjadi syarat untuk menggapai tidak saja sasaran-sasaran ekonomi, tetapi juga sasaran-sasaran sosial dan moral, yang semuanya diikhtiarkan secara bersama.Sasaran dari satu usaha bisnis mesti dipenuhi dalam bingkai ekonomi dan berdasarkan kriteria ekonomi, namun nilai-nilai autentik yang menghasilkan perkembangan nyata bagi pribadi dan masyarakat mesti tidak boleh diabaikan. Seturut wawasan personalistik dan kemasyarakatan ini, “suatu usaha bisnis tidak dapat dianggap sebagai ‘serikat barang modal’ saja; ia adalah juga ‘serikat pribadi-pribadi’ di mana orang-orang berperan serta dengan berbagai cara dan masing-masing dengan beban tanggung jawabnya sendiri, entah mereka menjadi pemasok modal yang dibutuhkan bagi kegiatan bisnis atau mereka yang berperan serta dalam kegiatan tersebut melalui tenaga kerja mereka.” (Yohanes Paulus II, Ensiklik Centesimus Annus, 43).
339. Semua orang yang terlibat dalam kegiatan bisnis mesti mencamkan bahwa masyarakat di mana mereka bekerja mewakili sebuah kebaikan bagi setiap orang dan bukan suatu struktur yang memperbolehkan pemenuhan kepentingan pribadi semata-mata dari seseorang. Kesadaran ini saja sudah memungkinkan terbangunnya sebuah ekonomi yang sungguh-sungguh melayani umat manusia serta menciptakan program-program kerja sama nyata di antara para pihak yang berbeda-beda di dalam kerja. Salah satu contoh sangat penting dan berarti yang berkaitan dengan hal ini ditemukan dalam kegiatan yang disebut usaha-usaha koperasi, bisnis berskala kecil dan menengah, usaha niaga yang memperdagangkan produk-produk kerajinan tangan serta usaha-usaha pertanian berskala keluarga. Ajaran sosial Gereja menekankan andil yang ditunaikan kegiatan-kegiatan semacam itu guna memperkaya nilai kerja, demi pertumbuhan rasa tanggung jawab personal dan sosial, suatu kehidupan demokratis serta nilai-nilai manusia yang penting bagi kemajuan pasar dan masyarakat (Bdk. Yohanes XXIII, Ensiklik Mater et Magistra).
340. Ajaran sosial Gereja mengakui peran yang wajar dari laba sebagai indikator pertama bahwa satu usaha bisnis berfungsi dengan baik: “Bila usaha bisnis mendatangkan keuntungan maka jelaslah bahwa faktor-faktor produktif didayagunakan dengan tepat” (Yohanes Paulus II, Ensiklik Centesimus Annus, 35). Namun hal ini tidak meredupkan kesadaran Gereja akan kenyataan bahwa satu usaha bisnis bisa menggantang laba tanpa melayani masyarakat sebagaimana mestinya (Bdk. Katekismus Gereja Katolik, 2424). Sebagai contoh, “mungkin saja perhitungan-perhitungan finansial serba beres, tetapi tidak mustahil pula orang-orang – yang merupakan modal paling berharga bagi bisnis – dinistakan dan martabat mereka dilecehkan” (Yohanes Paulus II, Ensiklik Centesimus Annus, 35). Inilah yang terjadi bila usaha-usaha bisnis menjadi bagian dari sistem sosial dan sistem budaya yang dicirikan oleh eksploitasi atas manusia, cenderung menafikan kewajiban-kewajiban keadilan sosial serta melecehkan hak-hak para pekerja. Teramat pentinglah bahwa di dalam satu usaha bisnis ikhtiar yang sah untuk memperoleh laba harus diselaraskan dengan perlindungan yang tidak dapat diabaikan atas martabat orang yang bekerja pada berbagai tingkatan dalam perusahaan yang sama. Kedua sasaran ini tidak bertentangan satu sama lain, karena di satu pihak, tidaklah realistik untuk berupaya menjamin masa depan perusahaan tanpa produksi berbagai barang dan jasa yang bermanfaat dan tanpa membuat keuntungan, yang merupakan hasil dari kegiatan ekonomi yang dilaksanakan. Di lain pihak, memperkenankan para pekerja mengembangkan diri mereka sendiri akan memacu produktivitas dan efisiensi yang lebih besar di dalam kerja yang mereka laksanakan. Sebuah perusahaan bisnis mesti menjadi satu komunitas solidaritas (Bdk. Yohanes Paulus II, Ensiklik Centesimus Annus, 43), yang tidak tertutup di dalam kepentingan-kepentingan perusahaan itu sendiri. Ia mesti bergerak ke arah satu “ekologi sosial” (Yohanes Paulus II, Ensiklik Centesimus Annus, 38), menyangkut kerja dan memberi sumbangsih bagi kesejahteraan umum juga dengan melindungi lingkungan hidup.
341. Walaupun ikhtiar mencari laba yang wajar diterima di dalam kegiatan ekonomi dan keuangan, namun jalan pintas berupa riba harus dicela secara moral: “Orang-orang yang dengan usaha bisnisnya mengambil keuntungan berlebihan dan rakus sehingga menyebabkan sesamanya kelaparan dan mati, membunuh secara tidak langsung, untuk itu mereka bertanggung jawab” (Katekismus Gereja Katolik, 2269). Celaan ini juga mencakup relasi-relasi ekonomi internasional, khususnya yang berkenaan dengan keadaan di negara-negara yang kurang beruntung, yang mesti tidak pernah boleh dibuat menderita oleh “sistem keuangan yang semena-mena dan malah bersifat riba” (Katekismus Gereja Katolik, 2438). Agak belakangan, Magisterium memakai kata-kata yang keras dan tegas melawan kebiasaan ini, yang tragisnya masih tersebar luas, seraya melukiskan riba sebagai “sebuah momok yang juga merupakan sebuah kenyataan pada zaman kita dan yang mencekik kehidupan banyak orang” (Yohanes Paulus II, Amanat pada Audiensi Umum 4 Februari 2004, par 3: L’Osservatore Romano,edisi Inggris, 11 Februari 2004, p. 11). Berbagai usaha bisnis dewasa ini bergerak dalam konteks ekonomi yang menjadi semakin luas dan di mana negara-negara nasional mempunyai keterbatasan-keterbatasan dalam kemampuan mereka untuk mengarahkan proses-proses perubahan pesat yang mempengaruhi relasi-relasi ekonomi dan keuangan internasional. Keadaan semacam ini mendorong berbagai usaha bisnis untuk mengambil aneka tanggung jawab baru dan lebih besar daripada di masa lampau. Tidak pernah sebelumnya peran mereka sedemikian menentukan berkenaan dengan perkembangan kemanusiaan yang terpadu lagi autentik di dalam solidaritas. Sama-sama menentukan dalam arti ini adalah tingkat kesadaran mereka yaitu bahwa “pengembangan entah sama-sama dinikmati oleh setiap bagian dunia atau mengalami proses kemunduran juga di daerah-daerah yang diwarnai kemajuan terus-menerus. Itu mengungkapkan banyak tentang sifat pengembangan yang sejati: entah semua bangsa di dunia ini ikut menikmatinya atau itu bukan pengembangan yang sejati” (Yohanes Paulus II, Ensiklik, Sollicitudo Rei Socialis, 17).
b. Peran para pemilik dan manajemen usaha bisnis
343. Prakarsa ekonomi merupakan suatu ungkapan tentang kecerdasan manusia dan keniscayaan untuk menjawab kebutuhan-kebutuhan manusia secara kreatif dan kooperatif. Kreativitas dan kerja sama merupakan tanda dari pemahaman yang autentik tentang persaingan usaha, sebuah “cumpetere”, yaitu suatu ikhtiar bersama mencari jalan-jalan keluar yang paling tepat untuk menjawab secara paling baik aneka ragam kebutuhan pada saat kebutuhan-kebutuhan itu muncul. Rasa tanggung jawab yang timbul dari prakarsa ekonomi bebas tidak saja berbentuk sebuah kebajikan individual yang dituntut bagi pertumbuhan insani perorangan, tetapi juga sebuah kebajikan sosial yang mutlak diperlukan untuk perkembangan suatu masyarakat di dalam solidaritas. “Dalam proses itu diperlukan kebajikankebajikan yang cukup penting, misalnya: kecermatan, ketekunan, kebijaksanaan dalam menanggung risiko-risiko yang wajar, sifat andal dan kesetiaan dalam hubungan-hubungan antarpribadi, keberanian dalam melaksanakan keputusan-keputusan yang sukar dan meminta pengorbanan namun memang perlu untuk penyelenggaraan usaha bisnis secara menyeluruh maupun untuk menghadapi kemungkinan kondisikondisi yang tidak menguntungkan”(Yohanes Paulus II, Ensiklik, Centesimus Annus, 32).
344. Para pemilik dan manajemen usaha bisnis memiliki suatu peran sentral dari sudut pandang masyarakat, karena mereka berada pada intipati jejaring rupa-rupa simpul teknis, niaga, keuangan dan budaya yang menjadi ciri khas realitas bisnis modern. Oleh karena semakin meningkatnya kompleksitas kegiatan-kegiatan bisnis, maka berbagai keputusan yang diambil perusahaan-perusahaan menghasilkan sejumlah dampak sangat penting yang saling berkaitan, baik dalam ranah ekonomi maupun ranah sosial. Karena alasan ini maka pelaksanaan tanggung jawab oleh para pemilik dan manajemen usaha bisnis menuntut – selain pemutakhiran khusus yang menjadi sasaran upaya-upaya yang berkelanjutan – refleksi yang berkanjang atas motivasi-motivasi moral yang seharusnya membimbing pilihan-pilihan pribadi dari orang-orang yang mengemban tugas-tugas ini. Para pemilik dan manajemen usaha bisnis mesti tidak boleh membatasi diri mereka sendiri untuk semata-mata mengindahkan sasaran-sasaran ekonomi dari perusahaan bersangkutan, kriteria bagi efisiensi ekonomi serta pemeliharaan yang tepat atas “modal” sebagai keseluruhan sarana produksi. Termasuk pula kewajiban mereka yang sesungguhnya ialah untuk menghormati secara konkret martabat manusia dari orang-orang yang bekerja di dalam perusahaan itu (Bdk. Katekismus Gereja Katolik, 2432). Para pekerja ini merupakan “modal perusahaan yang paling berharga” (Yohanes Paulus II, Ensiklik Centesimus Annus, 35) dan faktor produksi yang paling menentukan (Bdk. Yohanes Paulus II, Ensiklik Centesimus Annus, 32-33). Dalam keputusan-keputusan penting yang berkenaan dengan strategi dan keuangan, dalam keputusan-keputusan untuk membeli atau menjual, melakukan perombakan, menutup atau menggabung satu pabrik, kriteria finansial dan komersial mesti tidak boleh menjadi satu-satunya pertimbangan yang diambil.
345. Ajaran sosial Gereja menekankan perlunya bagi para pemilik dan manajemen usaha bisnis untuk berusaha menata kerja sedemikian rupa sehingga memajukan keluarga, khususnya para ibu, di dalam pemenuhan tugas-tugas mereka (Bdk. Yohanes Paulus II, Ensiklik Laborem Exercens, 19); menyetujui, dalam terang wawasan yang terpadu tentang manusia dan pembangunan, tuntutan bagi mutu “hasil-hasil produksi dan barang-barang untuk konsumsi; mutu jasa pelayanan yang dimanfaatkan oleh umum, mutu lingkungan dan kehidupan pada umumnya” (Yohanes Paulus II, Ensiklik Centesimus Annus, 36); melakukan investasi, bila terpenuhi syarat-syarat ekonomi dan kondisi stabilitas politik yang mutlak diperlukan, di berbagai tempat dan sektor produksi yang menyajikan bagi orang perorangan dan bangsa-bangsa “sebuah kesempatan untuk mendayagunakan tenaga kerja mereka sendiri” (Yohanes Paulus II, Ensiklik Centesimus Annus, 36).
ASG Sebagai Asas Refleksi
Dalam suatu komen di dalam Facebook saya diminta membabar bagaimana "ASG sebagai asas-asas refleksi". Jawaban juga saya sampaikan dalam komen. Namun supaya tidak tersilap atau "folded" tergulung begitu saja, maka jawaban saya itu saya dokumentasikan agar bisa didownload, dipelajari, dan diurai lagi oleh teman-teman dengan timbulnya "pertanyaan-pertanyaan baru".... hehehe....
Sebagai "asas-asas refleksi" atau pedoman permenungan, ASG memberi dasar-dasar logis dan iman kepada pemikiran kita atas masalah-masalah yang kita hadapi dalam bermasyarakat dan perlu kita sikapi. Asas-asas dasar itu adalah:
A. Pandangan hakiki mengenai manusia yang menuntut penghargaan pada setiap orang. Lihat GS 3. Dalam hal ini ASG terbedakan dari ajaran-ajaran sosial lainnya. Pribadi manusia diuraikan sebagai citra Allah (GS 12), suram karena dosa (GS 13), kesatuan utuh jiwa-badan, rohani-jasmani (GS 14), mempunyai akal budi (GS 15), dibimbing hati nurani (GS 16), mempunyai kebebasan (GS 17), mengalami kematian (GS 18), ditebus dan diperbarui dalam Kristus (GS 22). Manusia bukanlah pribadi yang terasing sendiri, melainkan mempunyai kodrat sosial yang mempunyai kemampuan untuk saling melengkapi dan memperkaya, hidup bersama dengan damai karena dipanggil untuk mengasihi Tuhan dan sesama (GS 24-25). Masyarakat merupakan realitas sosialitas manusia, termasuk lembaga-lembaga di dalamnya (keluarga dan negara). Gereja membela martabat manusia (CA 13; 55), hak-hak manusia (RH 17; CA 22) dan kesejahteraan manusia (RH 13; 14).
Sebagai "asas-asas refleksi" atau pedoman permenungan, ASG memberi dasar-dasar logis dan iman kepada pemikiran kita atas masalah-masalah yang kita hadapi dalam bermasyarakat dan perlu kita sikapi. Asas-asas dasar itu adalah:
A. Pandangan hakiki mengenai manusia yang menuntut penghargaan pada setiap orang. Lihat GS 3. Dalam hal ini ASG terbedakan dari ajaran-ajaran sosial lainnya. Pribadi manusia diuraikan sebagai citra Allah (GS 12), suram karena dosa (GS 13), kesatuan utuh jiwa-badan, rohani-jasmani (GS 14), mempunyai akal budi (GS 15), dibimbing hati nurani (GS 16), mempunyai kebebasan (GS 17), mengalami kematian (GS 18), ditebus dan diperbarui dalam Kristus (GS 22). Manusia bukanlah pribadi yang terasing sendiri, melainkan mempunyai kodrat sosial yang mempunyai kemampuan untuk saling melengkapi dan memperkaya, hidup bersama dengan damai karena dipanggil untuk mengasihi Tuhan dan sesama (GS 24-25). Masyarakat merupakan realitas sosialitas manusia, termasuk lembaga-lembaga di dalamnya (keluarga dan negara). Gereja membela martabat manusia (CA 13; 55), hak-hak manusia (RH 17; CA 22) dan kesejahteraan manusia (RH 13; 14).
Salam dalam Bahasa Arab
Sahabat Anton Isdarianto menulis dalam Facebook: "Saya Sabtu malam kemaren punya acara keluarga besar. Saya bersama keluarga melamar seorang anak gadis untuk menjadi isteri anak saya laki-laki. Nah untuk keperluan tersebut saya mengajak seorang pinisepuh di lingkungan saya, seorang pro-diakon, juga katekese, untuk menjadi panata-wicara mewakili saya sekeluarga untuk acara melamar tersebut, gandeng panjenenganipun punika tuhu winasis ing babagan basa Jawi kromo inggil.
Yang kemudian agak membuat saya terpana adalah dalam salam pembukaannya, beliau itu, sang panata-wicara punika, membuka dengan ucapan "Bismillah hirohman nirohim......assalam mu alaikum wa rahmatulahi wabarakatuh"......Keluarga yang putrinya kami lamar tersebut memang beragama Islam. Sedang anak gadis yang calon isteri anak saya tersebut sudah baptis secara Katolik.
Mohon komentar teman-teman sekalian di Grup ini.
Tanggapan saya: Saya ikut bersukacita dengan keluarga besar Anda mas Anton Isdarianto! Dan sukacita adalah inti Injil Kabar Gembira. Maka biarlah sukacita itu tetap. Sukacita itu kita bawa kemana saja kita pergi dan kita sampaikan kepada siapa saja yang kita jumpai. Ketika Yesus mengutus 70 murid mendahului Dia mewartakan Kabar Gembira Kerajaan Allah, Ia berkata: "Kalau kamu memasuki suatu rumah, katakanlah lebih dahulu: Damai sejahtera bagi rumah ini" (Luk 10:5). Gereja Katolik menghargai yang baik dan suci dalam agama lain, dan salam adalah sesuatu kesusilaan yang dijunjung tinggi dalam agama Islam (Konsili Vatikan II, Deklarasi Nostra Aetate 2-3), maka kita memperhatikan dan menghormatinya juga. Kita juga menghormati kebudayaan Islam.
Pendapatan Fiskal, Prinsip Adam Smith
Sahabat Yunus Latupapua menulis di Facebook: "Fiskal adalah pendapatan negara yang diperoleh dari masyarakat,selanjutnya pendapatan ini digunakan sebagai belanja negara guna menjalankan roda pemerintahan. syah dan legal jika Negara memungut biaya2 itu dari rakyat. pada umumnya dua unsur utama dalam fiskal adalah Perpajakan dan pengeluaran Publik. menurut Adama smith Fiskal itu harus memepunyai dasara atau asas sebagia berikut: 1.Keadilan (...Equality). 2.Kepastian (Certainty). 3.Kemudahan (Convenience). 4.Efisiensi (Efficiency). Sudahkah pemerintah memenuhi kriteria ini? kalau belum artinya pememrintahbukan mengutip fiskal dari Rakyat tapi menerapkan Upeti paksa. Upeti adalah salah satu bentuk kolonialisme lebih jahat dari marxisme yang menikmati hasil dari perpecahan kelas."
Tanggapan saya:
"All nations have endeavoured, to the best of their judgment, to render their taxes as equal as they could contrive; as certain, as convenient to the contributor, both in the time and in the mode of payment, and, in proportion to the revenue which they brought to the prince, as little burdensome to the people." Adam Smith, Wealth of Nations II.
"Best judgment" menyangkut tarif dan sistem yang dipertimbangkan sebaik-baiknya. Bagaimana dengan Undang-undang Perpajakan kita? Pajak penghasilan; Pajak bumi dan bangunan; pajak pertambahan nilai; pajak penjualan; bea dan cukai?
"Equal as they could contrive" menyangkut perlakuan tarif dan penerapanan sistem pajak yang sama kepada siapa saja, tidak pandang bulu. Bagaimana dengan pola penetapan tarif pajak yang ditetapkan UU? Apakah tarif yang ditetapkan untuk pajak penghasilan; pajak bumi dan bangunan; pajak pertambahan nilai; pajak penjualan; bea dan cukai pantas dan sesuai?
"Certain" artinya sudah pasti, tidak bisa main tawar menawar. Apakah prakteknya tarif pajak bisa molor-mengkeret untuk ditawar? Apakah wajib pajak punya peluang untuk "menggelapkan" pajak yang seharusnya dibayar melalui pertawaran? Apakah ada kong-kalikong untuk mengecilkan atau bebas dari kewajiban bayar pajak?
"Convenient to contributor" artinya membuat pembayar pajak tidak berkeberatan, menyangkut: "time" atau waktu pembayaran pajak, dan 'mode of payment", cara pembayaran pajak.
"In proportion to the revenue" artinya besaran pajak layak sebanding dengan penghasilan yang diterima wajib pajak.
"as little burdensome to the people" artinya, sedapat mungkin menjadi beban yang ringan bagi rakyat.
Hehehe.... renungan yang bagus!
KEWAJIBAN GEREJA UNTUK MENEGAKKAN KEADILAN
@ Convenientes ex Universo, Sinode Uskup Sedunia 1971
35. Situasi dunia sekarang, ditinjau dalam terang iman, memanggil kita kembali pada inti hakiki amanat Kristiani, dan membentuk kesadaran hati nurani akan makna yang sesungguhnya dan tuntutan mendesak amanat itu. Misi pewartaan Injil sekarang justru menuntut, agar kita membaktikan diri bagi pembebasan manusia dalam realisme dunia sekarang. Sebab jika amanat kasih dan keadilan kristiani tidak menunjukkan daya manfaatnya melalui tindakan demi keadilan di dunia, amanat itu niscaya sulit memeroleh kepercayaan dari manusia zaman sekarang.
36. Dari Kristus Gereja menerima perutusan mewartakan amanat Injil, yang meliputi panggilan untuk meninggalkan dosa dan mengenakan kasih Bapa, persaudaraan semesta, dan sebagai konsekuensinya, menanggapi tuntutan keadilan di dunia. Itu sebabnya Gereja berhak, dan wajib, mewartakan keadilan pada tingkat sosial, nasional maupun internasional, bila dituntut oleh hak-hak asasi manusia dan keselamatan. Gereja memang bukan satu-satunya pihak yang bertanggungjawab atas keadilan di dunia. Tetapi Gereja mempunyai tanggungjawab khas, sesuai dengan perutusan memberi kesaksian pada dunia: bahwa dunia membutuhkan kasih dan keadilan seperti yang tercantum dalam pesan Injil. Kesaksian itu seharusnya dilaksanakan dalam lembaga-lembaga Gereja dan dalam hidup umat Kristiani.
35. Situasi dunia sekarang, ditinjau dalam terang iman, memanggil kita kembali pada inti hakiki amanat Kristiani, dan membentuk kesadaran hati nurani akan makna yang sesungguhnya dan tuntutan mendesak amanat itu. Misi pewartaan Injil sekarang justru menuntut, agar kita membaktikan diri bagi pembebasan manusia dalam realisme dunia sekarang. Sebab jika amanat kasih dan keadilan kristiani tidak menunjukkan daya manfaatnya melalui tindakan demi keadilan di dunia, amanat itu niscaya sulit memeroleh kepercayaan dari manusia zaman sekarang.
36. Dari Kristus Gereja menerima perutusan mewartakan amanat Injil, yang meliputi panggilan untuk meninggalkan dosa dan mengenakan kasih Bapa, persaudaraan semesta, dan sebagai konsekuensinya, menanggapi tuntutan keadilan di dunia. Itu sebabnya Gereja berhak, dan wajib, mewartakan keadilan pada tingkat sosial, nasional maupun internasional, bila dituntut oleh hak-hak asasi manusia dan keselamatan. Gereja memang bukan satu-satunya pihak yang bertanggungjawab atas keadilan di dunia. Tetapi Gereja mempunyai tanggungjawab khas, sesuai dengan perutusan memberi kesaksian pada dunia: bahwa dunia membutuhkan kasih dan keadilan seperti yang tercantum dalam pesan Injil. Kesaksian itu seharusnya dilaksanakan dalam lembaga-lembaga Gereja dan dalam hidup umat Kristiani.
BUDAYA MENUJU HIDUP, BUDAYA KEHIDUPAN
Maman Cmrank menulis dalam Facebook: "BUDAYA KEMATIAN. Kita mengenal sebagaimana Paus Yohanes Paulus II menciptakan istilah "budaya kematian" bagi masyarakat sekular kita. Budaya kematian mempromosikan toleransi terhadap kematian. Seperti beberapa musik modern dan rock kelompok, memuliakan kematian, misalnya ada band rock bernama Megadeath (Maut Agung), dan ada pula film populer berjudul Halloween (Eve dari All Hallows) yg mempromosikan hari kematian adalah romantis. Itulah tempat ajang pameran setan. Oleh karena itu setan memimpin orang menjauh dari hidup. Setan pergunakan kesempatan meyakinkan orang2 memungkiri Yesus, Sang Kehidupan. Allah telah memberikan pilihan kpd kita: hidup atau mati. Pilihlah kehidupan (Ul 30:19). Pilihlah Yesus "Kebangkitan dan Hidup". Haleluya. Met mlm shbt. Gb all!
Kebudayaan yang dibayangi maut (culture shadowed by death) adalah istilah yang sudah diperkenalkan oleh Paus Paulus VI dalam Ensiklik HUMANAE VITAE pada tahun 1968. Pada waktu itu Paus Paulus VI mengajarkan kembali penghargaan atas nilai-nilai hidup manusia sejak berupa embrio sampai ketika usia uzur, jangan sampai hak hidup dirampas oleh praktek aborsi dan kontrasepsi, pembunuhan, hukuman mati, sampai dengan eutanasia, menyuntik orang tua yang sudah tidak produktif dan sakit-sakitan agar mati saja. Sebab hidup adalah milik Allah dan mempunyai keindahan di setiap tahapnya.
Karena semakin maraknya tindakan orang merampas hidup semena-mena dengan meledakkan bom bunuh diri dan membunuh banyak orang secara semena-mena dengan pelbagai tindakan pembajakan, terorisme dan kriminal, yang seolah merupakan artikulasi dari budaya politik pemaksaan kehendak, Paus Yohanes Paulus II dalam rangka peringatan 25 tahun HUMANAE VITAE menerbitkan ensikliknya tentang EVANGELIUM VITAE atau iNJIL KEHIDUPAN. Dalam ensiklik yang dikeluarkan pada tahun 1995 ini, almarhum Paus Yohanes Paulus II menegaskan kembali ajaran Paulus VI dalam Humanae Vitae dalam pilihan tindakan-tindakan yang berdampak sosial luas dan mengakibatkan kematian banyak orang yang tidak bersalah, termasuk perdagangan dan penyalahgunaan narkoba yang semakin marak. Paus Yohanes Paulus II mengecam pola pikir (budaya) manusia yang mempermainkan maut, sementara Allah dengan setia memelihara kehidupan di segala zaman.
TENTANG PERANG NUKLIR
Menanggapi mas Anton Isdarianto dalam Facebook: "Semoga perlucutan nuklir Iran yang akan menjamin perdamaian dunia bisa terealisasi. Israel sudah berkali-kali mengancam akan mem-bom instalasi nuklir Iran. Akankah negara-negara super power Barat, bisa menggiring Iran kearah negosiasi yang "konstruktif"???
GAUDIUM ET SPES 80, TAHUN 1965
80. (Perang total) Kengerian dan kejahatan perang meningkat luar biasa akibat bertambahnya senjata-senjata teknologi tinggi. Sebab dengan mengerahkan senjata-senjata itu perang mampu menimbulkan kehancuran yang dasyat dan menimpa siapa pun juga. Maka penggempuran itu sudah jauh melampaui batas-batas bela diri yang sewajarnya. Bahkan bila upaya-upaya itu, yang sudah tersedia dalam persenjataan bangsa-bangsa yang besar, digunakan sepenuhnya, akan timbul pembantaian hampir total dan timbal balik antara kedua pihak yang bertempur, tidak terhitung banyaknya kehancuran di dunia serta akibat-akibat fatal yang timbul dari penggunaan senjata-senjata itu.
Itu semua mendesak kita untuk menilai perang dengan pandangan yang baru sama sekali. Hendaknya orang-orang jaman sekarang, bahwa akan harus memberi pertanggungjawaban yang berat atas kegiatan-kegiatan perangnya. Sebab dari keputusan-keputusan mereka sekarang ini akan banyak tergantunglah kelangsungan masa depan. Memperhatikan itu semua Konsili ini memulai kecaman-kecaman terhadap perang total yang telah di lontarakan oleh Paus-Paus terakhir, dan menyatakan : Semua kegiatan perang, yang menimbulkan penghancuran kota-kota seluruhnya atau daerah-daerah luas beserta semua penduduknya, merupakan tindak kejahatan melawan Allah dan manusia sendiri, yang harus di kecam dengan keras dan tanpa ragu-ragu. Bahaya istimewa perang zaman sekarang yakni: bagi mereka, yang memiliki senjata teknologi tinggi mutakhir, terbuka kesempatan menjalankan tindak-tindak kejahatan semacam itu; lagi pula, karena suatu reaksi beruntun, perang itu dapat mendorong manusia ke arah keputusan-keputusan yang paling mengerikan. Supaya itu di masa depan jangan pernah lagi terjadi, para Uskup seluruh dunia yang sedang bersidang dengan sangat memohon siapa saja, terutama para negarawan serta para panglima angkatan bersenjata, supaya tiada hentinya merenungkan sungguh-sungguh tanggung jawab besar itu di hadirat Allah dan di hadapan semua manusia.
Hubungan antara Gereja Katolik Roma dan Gereja Katolik (Patriakat) Timur
Tentang hubungan Katolik Timur dan Barat itu Konsili Vatikan II mengajak " seluruh umat Timur dan Barat supaya penuh semangat dan dengan tekun setiap hari memanjatkan doa kepada Allah, supaya berkat bantuan Santa Bunda Allah, mereka semua menjadi satu" -- "Marilah kita semua saling mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului dalam memberi hormat (Rm 12:20)" (Dekrit KV II, Orientalium Ecclesiarum 30).
Dekrit KV II mengakui kesamaan martabat, hak dan kewajiban umat Gereja Barat dan Timur (OE 2) dan menekankan bahwa memang ada perbedaan tradisi dan ritus, yang dikehendaki tetap utuh dan lestari (OE 1; 6). Bahkan tradisi Gereja Timur juga diakui memberikan sumbangan yang berharga kepada Gereja Semesta (OE 5).
Namun juga disadari "perbedaan-perbedaan" tradisi ajaran yang lambat laun memisahkan Timur dari Barat. Surat-surat Paulus menyebut "Jemaat" atau Gereja yang berbeda-beda: Roma, Korintus, Galatia, Efesus, Tesalonika, Filipi. Kitab Wahyu dari akhir abad pertama sudah menunjukkan tujuh Gereja Timur dengan tradisi masing-masing : Patmos, Efesus, Smirna, Pergamus, Tiatira, Sardis, Filadelfia, Laodikia (Why 1:9-3:14). Namun semua Gereja itu masih menunjukkan kesatuan yang lestari. Pada abad kedua, Igantius dari Antiokia menyatakan kesatuan semua Gereja itu dan ikatan dengan Gereja Roma "yang unggul memimpin dalam karya kasih" (Epist ad Romanos 1:1). Mereka meminta bantuan Uskup Roma untuk menyelesaikan persoalan dan perselisihan yang terjadi di kalangan mereka. Ketika di kalangan timur marak ajaran sesat Montanus (disebut kaum Montanis) pada abad kedua, dan Arius (disebut Arianisme) pada abad keempat, Uskup Roma diundang untuk mengambil keputusan akhir.
Juga ketika pada zaman Kaisar Konstantin memindahkan istana dari Roma ke Byzantium yang kemudian disebut Konstantinopel, Uskup Roma tetap dianggap "primus inter pares" (yang terutama di antara mereka yang utama), termasuk Uskup/Patriark Konstantinopel. Berbagai usaha melawan Bidaah dan Aliran Sesat (heresi) dilakukan bersama-sama para pemimpin Gereja-gereja yang setara yang menuakan Uskup Roma dalam 8 konsili ekumenis pertama antara tahun 325 - 870, yang kesemuanya dilaksanakan di Gereja Timur (Nikea I-IH, Konstantinopel I-IV, Efesus, Kalkedon) dengan mengindahkan Paus Roma.
Untuk memahami retaknya hubungan antara Gereja Roma dan Gereja Timur (Orthodox), ada dua hal pokok. "Perbedaan tradisi ajaran" yang berpotensi memisahkan berproses berangsur-angsur dari abad ke-6, ketika Gereja Roma mempertegas bagian dari Kredo tentang Roh Kudus, merevisi Kredo Nikea 325, yaitu Roh yang diimani berasal dari Bapa dan "dari Putra" (filioque). Ajaran Timur hanya mengakui Roh Kudus sebagai "Roh Bapa" saja. Selain itu perbedaan yang memicu melebarnya celah hubungan timur-barat adalah praktek pentahbisan Pothios, dari tahbisan diakon, tahbisan imam, tahbisan Uskup dan kemudian dinobatkan menjadi Patriarkh hanya dalam tujuh hari saja. Oleh Kaisar Mikael III, Pothius dinobatkan menjadi Patriark menggantikan Patriark Ignatius pada tahun 854. Sesuatu praktek yang mustahil dalam tradisi Barat. Maka pada Konsili Konstantinopel IV Paus Roma menegur Tradisi dan Praktek Timur dan meminta Timur mengindahkan supremasi Barat atas ajaran. Sejak itulah terjadi Skisma, perpisahan Timur dari Barat. Disimbolkan dengan penggunaan bahasa resmi. Timur menggunakan bahasa Yunani. Barat menggunakan bahasa Latin. Situasi konstelasi Gereja-gereja memburuk dengan kebangunan politik kerajaan-kerajaan Islam pada abad ke-9 meruntuhkan pamor Gereja-gereja besar Antiokia, Yerusalem dan Aleksandria karena wilayah mereka dikuasai pasukan sultan-sultan Islam, sehingga tinggal dua saja yang bertahan: Gereja Roma dan Gereja Konstantinopel saja, sehingga persaingan di antara keduanya tidak ada yang mendamaikan lagi. Keretakan definitif terjadi pada tahun 1054.
Pertanyaan Mas Anton Isdarianto: "Saya tahu tentang "FILIOQUE" yang menjadi sebab-musabab terjadinya SCHISM diantara Gereja Katolik Roma dan Gereja Orthodox. Namun bukankah Gereja Timur itu tak hanya Gereja Orthodox aja?. Saya pernah baca, beberapa Gereja Ritus Timur itu mengakui persekutuan dengan Paus di Roma sebagai hirarki tertinggi mereka juga"
Memang Gereja Timur tidak hanya Gereja Orthodox, yang tidak dalam kesatuan penuh dengan Roma. Tetapi juga ada Gereja-gereja Katolik yang dalam kesatuan penuh dengan Roma, tetapi berbeda tradisi Ritusnya. Pemimpinnya tidak selalu patriarkh mas Anton Isdarianto, bisa Patriark, bisa Eparkhi, bisa Uskup Agung. Berikut gambarannya: 1. Gereja Byzantin Albania: Eparchial, jumlah umat: 3,845, 1 wilayah, 1 Uskup. 2. Gereja Patriarkat Armenia, umat: 593.459; 17 wilayah; 15 Uskup. 3. Gereja Yunani Bulgaria Eparchial jumlah umat: 10.000; 1 wilayah eparkhi; 1 Uskup. 4. Gereja Chaldea Patriarkhat; Jumlah umat 490.371; 22 wilayah; 17 Uskup. 5. Gereja Coptic Patriarkhat, jumlah umat 163.630; wilayah 7; 10 Uskup. 6. Gereja Katolik Ethiopia; bentuk Metropolitan, jumlah umat 229.547; wilayah 6; 7 Uskup. 7. Gereja Eparchy Krizevci, jumlah umat 58.915; wilayah 3 eparkhi; 4 Uskup. 8. Gereja Byzantin Yunani, Eparkhial, jumlah umat 2.525; wilayah 2 eparkhi; 1 Uskup. 9. Gereja Byzantin Hungaria, Eparchial, jumlah umat 290.000; wilayah 2 eparkhi; 2 Uskup. 10. Gereja Byzantin Italo-Albanian, Eparchial jumlah umat 61.487; wilayah 3 eparkhi; 2 Uskup. 11. Gereja Katolik Maronite Patriarkhat, jumlah umat 3.290.539; wilayah 25; 41 Uskup. 12. Gereja Katolik Melkite Yunani Patriarkhat, jumlah umat 1.614.604; wilayah 25; 30 Uskup. 13. Gereja Katolik Romania Yunani, bentuk Keuskupan Agung, jumlah umat 707,452; 6 wilayah; 8 Uskup. 14. Gereja Katolik Ruthenia Byzantin, bentuk Metropolitan (di Amerika Serikat), jumlah umat 646.243; 6 wilayah; 7 Uskup. 15. Gereja Katolik Slovakia Byzantin, bentuk Metropolitan, jumlah umat 239.394; 4 wilayah; 5 Uskup. 16. Gereja Katolik Syriac, Patriarkhat, jumlah umat 158.818, 14 wilayah, 10 Uskup. 17. Gereja Katolik Syro-Malabar, bentuk Keuskupan Agung, jumlah umat 3.828.591, wilayah 27; Uskup 40. 18. Gereja Katolik Syro-Malankara, bentuk Keuskupan Agung, jumlah umat 420.081; wilayah 6; 8 Uskup.
Pendekatan menuju kesatuan dengan Gereja Orthodox mendapat kemajuan berangsur-angsur, hambatan bukan hanya dalam ajaran, tetapi juga praktek yang sudah terlanjur berbeda selama berabad-abad, misalnya menyangkut disiplin kehidupan para imam. Kita doakan saja kemajuan menuju keesaan Gereja semakin laju.
"The Infallibility of the Pope"
Pertanyaan Mas Anton Isdarianto:
Dulu di Grup Ajaran Sosial Gereja saya pernah bertanya tentang dogma "Extra Ecclesiam Nulla Salus" yang mendapat response yang bagus dari mas Bambang Kuss dan beberapa teman, maka saya untuk kali ini juga mengundang teman-teman semua untuk memberikan tanggapan atas dogma "The Infallibility of the Pope" ini. Terimakasih.
Jawaban Bambang Kuss:
Misalnya kita sedang omong-omong santai dengan Paus Benediktus XVI dan percakapan menyangkut Liga Champion. Paus menjagoi Bayern Munchen. Ia meramalkan partai final adalah Bayern lawan Milan. Sedang kita menjagokan Real Madrid. Dan partai final adalah Madrid lawan Chelsea. Berapa persen kemungkinannya Paus akan benar?
Mari kita ajak Paus datang di tempat ujian para murid SMU. Kasihkan soal kimia padanya dan biarlah dia mengerjakan soal ujian kimia itu juga. Dari 100 soal kimia yang disajikan, apakah jawaban Paus akan benar semua? Kira-kira berapa persen jawabannya yang tidak salah?
Apakah Paus tidak pernah berdosa? Almarhum Paus Yohanes Paulus II mengaku dosa seminggu sekali.
Jadi apa artinya infalibilitas? Dalam hal apa Paus (dan Gereja) tidak dapat sesat?
Ramalan Paus tentang sepakbola bisa keliru.
Jawaban Paus tentang soal kimia ujian akhir SMU bisa dapat nilai 3.
Sebagai manusia paus mengaku dosa, karena ia berdosa.
Tapi dalam iman kita Ia tak dapat sesat (infalibel)....
Bagaimana dan mengapa?
Mari kita tengok penjelasan KATEKISMUS GEREJA KATOLIK yang disusun dan diterbitkan 30 tahun sesudah Konsili Vatikan II dibuka.
Soal tak bisa sesat (infalibilitas) itu diletakkan di bawah judul "Wewenang Mengajar" (kadang-kadang disebut "Kuasa Mengajar" atau Magisterium)PERDAGANGAN MANUSIA, PERBUDAKAN SEKS
Konsili Vatikan II menekankan sikap hormat terhadap manusia, sehingga setiap orang wajib memandang sesamanya, tak seorang pun terkecualikan, sebagai “dirinya yang lain”, terutama mengindahkan perihidup mereka beserta upaya-upaya yang mereka butuhkan untuk hidup secara layak, supaya jangan meniru orang kaya, yang sama sekali tidak mempedulikan Lazarus yang miskin itu.
Terutama pada zaman kita sekarang ini mendesak kewajiban menjadikan diri kita sendiri sesama bagi setiap orang, siapa pun dia itu, dan bila ia datang melayaninya secara aktif,entah ia itu orang lanjut usia yang sebatang kara, entah tenaga kerja asing yang dihina tanpa alasan, entah seorang perantau, atau anak yang lahir dari hubungan haram dan tidak sepatutnya menderita karena dosa yang tidak dilakukannya,atau orang lapar yang menyapa hatinurani kita seraya mengingatkan sabda Tuhan: “Apa pun yang kamu jalankan terhadap salah seorang saudara-Ku yang hina ini, kamu perbuat terhadap Aku” (Mat 25:40).
Tentang Blog AJARAN SOSIAL GEREJA
1. Suatu blog khusus terutama untuk umat Katolik dan pemerhati Ajaran Sosial Gereja Katolik.
2. Bertujuan menjadi forum pembelajaran bersama sehubungan dengan tugas perutusan umat Katolik yang menyangkut hubungan sosial.
Perutusan dan panggilan Gereja meliputi tugas keterlibatan sosial : kenegaraan, politik, ekonomi, kemasyarakatan dan kebudayaan, di mana Gereja diutus melayani manusia seutuhnya... termasuk memperjuangkan kebenaran, keadilan (bdk Sinode Para Uskup 1971 ttg Keadilan di Dunia) dan perdamaian, serta kasih, yang merupakan unsur-unsur konstitutif dari Kerajaan Allah, melalui berbagai kegiatan normal sehari-hari.
Langganan:
Komentar (Atom)







