Mengenai Saya
- Bambang Kussriyanto
- Seorang penggemar buku sejak remaja. Banyak baca. Sambil baca buku bahasa asing, menerjemahkan sekalian. Banyak ngobrol. Maka jadi guru, trainer dan konselor. Belajar terus supaya bisa memberi jawaban dalam banyak hal.
Rabu, 25 April 2012
Salam dalam Bahasa Arab
Sahabat Anton Isdarianto menulis dalam Facebook: "Saya Sabtu malam kemaren punya acara keluarga besar. Saya bersama keluarga melamar seorang anak gadis untuk menjadi isteri anak saya laki-laki. Nah untuk keperluan tersebut saya mengajak seorang pinisepuh di lingkungan saya, seorang pro-diakon, juga katekese, untuk menjadi panata-wicara mewakili saya sekeluarga untuk acara melamar tersebut, gandeng panjenenganipun punika tuhu winasis ing babagan basa Jawi kromo inggil.
Yang kemudian agak membuat saya terpana adalah dalam salam pembukaannya, beliau itu, sang panata-wicara punika, membuka dengan ucapan "Bismillah hirohman nirohim......assalam mu alaikum wa rahmatulahi wabarakatuh"......Keluarga yang putrinya kami lamar tersebut memang beragama Islam. Sedang anak gadis yang calon isteri anak saya tersebut sudah baptis secara Katolik.
Mohon komentar teman-teman sekalian di Grup ini.
Tanggapan saya: Saya ikut bersukacita dengan keluarga besar Anda mas Anton Isdarianto! Dan sukacita adalah inti Injil Kabar Gembira. Maka biarlah sukacita itu tetap. Sukacita itu kita bawa kemana saja kita pergi dan kita sampaikan kepada siapa saja yang kita jumpai. Ketika Yesus mengutus 70 murid mendahului Dia mewartakan Kabar Gembira Kerajaan Allah, Ia berkata: "Kalau kamu memasuki suatu rumah, katakanlah lebih dahulu: Damai sejahtera bagi rumah ini" (Luk 10:5). Gereja Katolik menghargai yang baik dan suci dalam agama lain, dan salam adalah sesuatu kesusilaan yang dijunjung tinggi dalam agama Islam (Konsili Vatikan II, Deklarasi Nostra Aetate 2-3), maka kita memperhatikan dan menghormatinya juga. Kita juga menghormati kebudayaan Islam.
Maka dalam pergaulan, terutama dengan mereka yang akan menjadi keluarga kita, umat katolik menunjukkan penghargaan, hormat dan kasih sayang kepada mereka yang beragama lain. Allah kita adalah juga Allah yang pengasih dan penyayang, maka tradisi ucapan "Bismillah hirohman nirohim.." yang artinya Dalam Nama Allah yang pengasih dan penyayang" adalah tradisi kita juga. Saudara-saudara kita sesama katolik yang tinggal di Timur Tengah, Mesir, Palestina, Lebanon, Suria, Israel, mengucapkan kata yang sama seperti itu juga. Kata-kata: "assalam mu alaikum wa rahmatulahi wabarakatuh" yang artinya "semoga rahmat, berkat dan keselamatan dari Allah tinggal bersamamu" sama saja dengan ungkapan alkitab bahasa Indonesia "Damai sejahtera bagi rumah ini" (Luk 10:5), atau sama dengan salam yang sering kita dengar dalam pembukaan misa. Sama sekali tidak ada yang bertentangan. Hanya saja semua itu dikatakan dalam bahasa Arab. Mungkin umat Islam Indonesia menganggap kata-kata salam itu melulu tradisi kebudayaan Islam, mungkin juga kita sendiri juga beranggapan begitu, tetapi sebenarnya kata-kata itu adalah salam yang lazim dalam kebudayaan Timur Tengah, dan bisa diucapkan orang dari agama apa saja... sejauh menyembah Allah.
Saya pribadi juga mengucapkan salam dalam kata-kata Arab itu jika bertamu di rumah tetangga yang beragama Islam di kampung di Jakarta (itu sudah jadi tradisi Betawi), maupun di tempat lain....
"Jikalau di situ ada orang yang layak menerima damai sejahtera, maka salammu akan tinggal atasnya" (Luk 10:6). Dan jika salam yang kita sampaikan dengan tulus diterima dengan tulus pula, hubungan yang diwarnai hospitality, keramah-tamahan dan kekeluargaan akan timbul karenanya. Dan bukankah itu tujuan maksud kedatangan rombongan keluarga Anda ke rumah itu? Menjalin hubungan persaudaraan yang mesra untuk perkawinan anak-anak keluarga Anda, menjalin relasi keluarga yang satu dengan keluarga yang lain? Apa yang dilakukan katekis itu justru sudah merintis jalan ke sana..... Semoga menjadi rahmat, berkat, keselamatan yang adalah damai sejahtera bagi kita semua!
Sahabat Paul Iman Soesanto menanggapi: "Akur dengan comments di atas. Menurut saya, kita dpt mendekatkan diri pd orang2 lain dengan memasuki kebiasaannya, walaupun kadang2 susah mereka terima. Pernah bbrp tahun sy dinas di Kalsel, kadang2 memberi/menerima sambutan, sy biasakan diri dengan kebiasaan setempat dengan ucapan2 itu (sy pastikan hanya yg berhubungan dgn Allah). Rekan seiman membisiki untuk tdk usah spt itu karena mereka tahu dan tidak menjawab salam sy. Sy teruskan kebiasaan karena merasa tidak ada salahnya, sudah mengajak hal2 yang baik."
Langganan:
Posting Komentar (Atom)


Tidak ada komentar:
Posting Komentar