Tentang hubungan Katolik Timur dan Barat itu Konsili Vatikan II mengajak " seluruh umat Timur dan Barat supaya penuh semangat dan dengan tekun setiap hari memanjatkan doa kepada Allah, supaya berkat bantuan Santa Bunda Allah, mereka semua menjadi satu" -- "Marilah kita semua saling mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului dalam memberi hormat (Rm 12:20)" (Dekrit KV II, Orientalium Ecclesiarum 30).
Dekrit KV II mengakui kesamaan martabat, hak dan kewajiban umat Gereja Barat dan Timur (OE 2) dan menekankan bahwa memang ada perbedaan tradisi dan ritus, yang dikehendaki tetap utuh dan lestari (OE 1; 6). Bahkan tradisi Gereja Timur juga diakui memberikan sumbangan yang berharga kepada Gereja Semesta (OE 5).
Namun juga disadari "perbedaan-perbedaan" tradisi ajaran yang lambat laun memisahkan Timur dari Barat. Surat-surat Paulus menyebut "Jemaat" atau Gereja yang berbeda-beda: Roma, Korintus, Galatia, Efesus, Tesalonika, Filipi. Kitab Wahyu dari akhir abad pertama sudah menunjukkan tujuh Gereja Timur dengan tradisi masing-masing : Patmos, Efesus, Smirna, Pergamus, Tiatira, Sardis, Filadelfia, Laodikia (Why 1:9-3:14). Namun semua Gereja itu masih menunjukkan kesatuan yang lestari. Pada abad kedua, Igantius dari Antiokia menyatakan kesatuan semua Gereja itu dan ikatan dengan Gereja Roma "yang unggul memimpin dalam karya kasih" (Epist ad Romanos 1:1). Mereka meminta bantuan Uskup Roma untuk menyelesaikan persoalan dan perselisihan yang terjadi di kalangan mereka. Ketika di kalangan timur marak ajaran sesat Montanus (disebut kaum Montanis) pada abad kedua, dan Arius (disebut Arianisme) pada abad keempat, Uskup Roma diundang untuk mengambil keputusan akhir.
Juga ketika pada zaman Kaisar Konstantin memindahkan istana dari Roma ke Byzantium yang kemudian disebut Konstantinopel, Uskup Roma tetap dianggap "primus inter pares" (yang terutama di antara mereka yang utama), termasuk Uskup/Patriark Konstantinopel. Berbagai usaha melawan Bidaah dan Aliran Sesat (heresi) dilakukan bersama-sama para pemimpin Gereja-gereja yang setara yang menuakan Uskup Roma dalam 8 konsili ekumenis pertama antara tahun 325 - 870, yang kesemuanya dilaksanakan di Gereja Timur (Nikea I-IH, Konstantinopel I-IV, Efesus, Kalkedon) dengan mengindahkan Paus Roma.
Untuk memahami retaknya hubungan antara Gereja Roma dan Gereja Timur (Orthodox), ada dua hal pokok. "Perbedaan tradisi ajaran" yang berpotensi memisahkan berproses berangsur-angsur dari abad ke-6, ketika Gereja Roma mempertegas bagian dari Kredo tentang Roh Kudus, merevisi Kredo Nikea 325, yaitu Roh yang diimani berasal dari Bapa dan "dari Putra" (filioque). Ajaran Timur hanya mengakui Roh Kudus sebagai "Roh Bapa" saja. Selain itu perbedaan yang memicu melebarnya celah hubungan timur-barat adalah praktek pentahbisan Pothios, dari tahbisan diakon, tahbisan imam, tahbisan Uskup dan kemudian dinobatkan menjadi Patriarkh hanya dalam tujuh hari saja. Oleh Kaisar Mikael III, Pothius dinobatkan menjadi Patriark menggantikan Patriark Ignatius pada tahun 854. Sesuatu praktek yang mustahil dalam tradisi Barat. Maka pada Konsili Konstantinopel IV Paus Roma menegur Tradisi dan Praktek Timur dan meminta Timur mengindahkan supremasi Barat atas ajaran. Sejak itulah terjadi Skisma, perpisahan Timur dari Barat. Disimbolkan dengan penggunaan bahasa resmi. Timur menggunakan bahasa Yunani. Barat menggunakan bahasa Latin. Situasi konstelasi Gereja-gereja memburuk dengan kebangunan politik kerajaan-kerajaan Islam pada abad ke-9 meruntuhkan pamor Gereja-gereja besar Antiokia, Yerusalem dan Aleksandria karena wilayah mereka dikuasai pasukan sultan-sultan Islam, sehingga tinggal dua saja yang bertahan: Gereja Roma dan Gereja Konstantinopel saja, sehingga persaingan di antara keduanya tidak ada yang mendamaikan lagi. Keretakan definitif terjadi pada tahun 1054.
Pertanyaan Mas Anton Isdarianto: "Saya tahu tentang "FILIOQUE" yang menjadi sebab-musabab terjadinya SCHISM diantara Gereja Katolik Roma dan Gereja Orthodox. Namun bukankah Gereja Timur itu tak hanya Gereja Orthodox aja?. Saya pernah baca, beberapa Gereja Ritus Timur itu mengakui persekutuan dengan Paus di Roma sebagai hirarki tertinggi mereka juga"
Memang Gereja Timur tidak hanya Gereja Orthodox, yang tidak dalam kesatuan penuh dengan Roma. Tetapi juga ada Gereja-gereja Katolik yang dalam kesatuan penuh dengan Roma, tetapi berbeda tradisi Ritusnya. Pemimpinnya tidak selalu patriarkh mas Anton Isdarianto, bisa Patriark, bisa Eparkhi, bisa Uskup Agung. Berikut gambarannya: 1. Gereja Byzantin Albania: Eparchial, jumlah umat: 3,845, 1 wilayah, 1 Uskup. 2. Gereja Patriarkat Armenia, umat: 593.459; 17 wilayah; 15 Uskup. 3. Gereja Yunani Bulgaria Eparchial jumlah umat: 10.000; 1 wilayah eparkhi; 1 Uskup. 4. Gereja Chaldea Patriarkhat; Jumlah umat 490.371; 22 wilayah; 17 Uskup. 5. Gereja Coptic Patriarkhat, jumlah umat 163.630; wilayah 7; 10 Uskup. 6. Gereja Katolik Ethiopia; bentuk Metropolitan, jumlah umat 229.547; wilayah 6; 7 Uskup. 7. Gereja Eparchy Krizevci, jumlah umat 58.915; wilayah 3 eparkhi; 4 Uskup. 8. Gereja Byzantin Yunani, Eparkhial, jumlah umat 2.525; wilayah 2 eparkhi; 1 Uskup. 9. Gereja Byzantin Hungaria, Eparchial, jumlah umat 290.000; wilayah 2 eparkhi; 2 Uskup. 10. Gereja Byzantin Italo-Albanian, Eparchial jumlah umat 61.487; wilayah 3 eparkhi; 2 Uskup. 11. Gereja Katolik Maronite Patriarkhat, jumlah umat 3.290.539; wilayah 25; 41 Uskup. 12. Gereja Katolik Melkite Yunani Patriarkhat, jumlah umat 1.614.604; wilayah 25; 30 Uskup. 13. Gereja Katolik Romania Yunani, bentuk Keuskupan Agung, jumlah umat 707,452; 6 wilayah; 8 Uskup. 14. Gereja Katolik Ruthenia Byzantin, bentuk Metropolitan (di Amerika Serikat), jumlah umat 646.243; 6 wilayah; 7 Uskup. 15. Gereja Katolik Slovakia Byzantin, bentuk Metropolitan, jumlah umat 239.394; 4 wilayah; 5 Uskup. 16. Gereja Katolik Syriac, Patriarkhat, jumlah umat 158.818, 14 wilayah, 10 Uskup. 17. Gereja Katolik Syro-Malabar, bentuk Keuskupan Agung, jumlah umat 3.828.591, wilayah 27; Uskup 40. 18. Gereja Katolik Syro-Malankara, bentuk Keuskupan Agung, jumlah umat 420.081; wilayah 6; 8 Uskup.
Pendekatan menuju kesatuan dengan Gereja Orthodox mendapat kemajuan berangsur-angsur, hambatan bukan hanya dalam ajaran, tetapi juga praktek yang sudah terlanjur berbeda selama berabad-abad, misalnya menyangkut disiplin kehidupan para imam. Kita doakan saja kemajuan menuju keesaan Gereja semakin laju.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar